Jumat, 27 Maret 2015

.: Jagalah Niatmu!


Bismillah, Alhamdulillah wassalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya’ wal mursalin wa ‘ala aalihi wa ashabihi wa man waalah. Di rubrik kali ini, kami akan menyajikan faidah-faidah dari hadits-hadits Rasululah Sallallahu Alaihi wa Sallam dalam al-Arba’in an-Nawawiyah yang diterjemahkan dari “Ta’liqaat Tarbawiyah ‘ala al-Arba’in An-nawawiyah” yang ditulis oleh Syaikh ‘Aqil bin Salim Asy-Syamry. Semoga Allah memberikan manfaat dan keberkahan. آميـــــن ________________________________________

Hadits pertama:
عن أميرِ المؤمنينَ أبي حفصٍ عمرَ بنِ الخطَّابِ رَضِي اللهُ عَنْهُ قالَ: سَمِعْتُ رسولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقولُ: {إِنَّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيَّاتِ وإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ ما نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَو امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ}.
رواه إماما المحدِّثينَ:أبو عبدِ اللهِ محمَّدُ بنُ إسماعيلَ بنِ إبراهيمَ بنِ المغيرةِ ابنِ بَرْدِزْبَه البُخاريُّ.وأبو الحُسَيْنِ مسلِمُ بنُ الحجَّاجِ بنِ مُسلمٍ القُشيْريُّ النَّيْسَابوريُّ في صحيحيهما اللَّذين هما أصحُّ الكتُبِ الْمُصَنَّفةِ

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khattab diriwayatkan bahwa ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu hanyalah dinilai bila disertai dengan niat, dan sesugguhnya setiap orang hanya memperoleh (sesuai) apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yag hijrahnya karena dunia yang ingin diraihnya atau karena wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu ke arah apa yang ia tuju” (Diriwayatkan oleh dua Imam ahli hadits: Abu Abdilah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abu Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyari dalam kitab Shahih mereka yang merupakan dua kitab hadits yang paling shahih)



Fawaid Tarbawiyah 
  1. Pentingnya niat yang shalih, dan keutamaannya yang agung, dimana seluruh amalan berporos pada niat. 
  2. Manusia berbeda dalam hal diterima atau tidak amalannya, dan besar dan kecilnya pahala berdasarkan pada perbedaan tingkat kejujuran, baik dan rusaknya, serta sempurna mapun tidaknya niat tersebut.
  3. Poros ganjaran amalan di sisi Allah Subhana wata’ala sangat terikat dengan niat yang shalih, jadi bukan sekedar perbuatan. Dari sini jelaslah bahwa orang-orang munafik tidak akan mendapatkan manfaat dari amal berbuatannya dan itu disebabkan oleh hilangnya atau kurangnya niat yang shalih. 
  4. Adapun manfaat niat terhadap amalan itu sendiri, diantaranya:Membedakan ibadah dengan kebiasaan belaka; Membedakan ibadah dengan ibadah lainnya; Membedakan tujuan dalam beramal, apakah untuk Allah semata atau bukan. 
  5. Dengan niat yang shalih akan mengubah pahala yang hanya sekedar mubah menjadi sesuatu yang sunnah. Seperti seorang duduk dengan orang lain, ia brsikap ramah dan ngobrol dengan sesuatu yang tidak bathil, akan diganjar perbuatan mubah ini jika ia niatkan untuk bersikap ramah kepada saudaranya yang muslim, dan memasukan rasa senang dalam dirinya.
  6. Hadits ini menunjukkan wajibnya menguatkan niat, memperhatikan serta mengobatinya.
  7. Niat yang jujur harus senantiasa berada pada rel tuntunan sunnah Rasulullah Sallallahu ‘Alaiihi wa Sallam agar diterima di sisi Allah. Fudhail bin ‘Iyadh -Rahimahulah- ketika mengomentari firman Allah :
    لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أََحْسَنُ عَمَلا
    Artinya: Untuk menguji kalian, siapakah yang amalannya paling baik (Al-mulk:2)   Ia berkata: (ahsanu ‘amalan) yaitu (amalan) yang paling ikhlash dan paling benar. Dan beliau berkata, “sesungguhnya amalan yang ikhlash namun tidak benar (sesuai petunjuk Rasulullah) tidak akan diterima, dan begitu pun jika amalan itu benar namun tidak dibarengi dengan keikhlashan juga tidak diterima”. Kata beliau, “yang dimaksud dengan ikhlash jika diniatkan hanya untuk Allah, dan yang dimaksud dengan amalan yang benar jika sesuai dengan sunnah Rasulullah Sallallahu ‘Alaiihi wa Sallam”
  8. Niat yang tulus adalah wujud dari syahadat Lailahaillallah, dan sunnah Nabawiyah yang dibangun di atas amalan tersebut adalah wujud dari syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
  9. Hadits ini berbicara tentang masalah niat saja, serta pentingnya niat tersebut. Dan hadits ini tidak menunjukkan bahwa cukup niat tanpa beramal, karena tidak ada penyebutan dalam hadits. Selain itu, lafadz serta sebab diriwayatkan hadits ini menguatkan hal ini. 
  10. Diantara metode pengajaran, menyebutkan qaidah kemudian diikuti dengan pemberian contoh sebagai penjeasannya.Dalam hadis ini Nabi Sallallahub Alaihi wa Sallam menyebutkan qaidah “Innamal a’maalu binniyaat” kemudian menyebutkan contoh yaitu, “hijrah”. 
  11. Ibnu Mubarak berkata, “betapa banyak amalan yang besar namun dikecilkan oleh niat”Dan itu diambil dari hadits ini dimana seorang lelaki yang melakuan hijrah, namun amalan tersebut menjadi kecil nilainya serta hilangnya pahalanya disebabkan oleh rusaknya niat.
  12. Yang paling merusak dunia seseorang, dan mengurangi kedudukannya dalam agama adalah syahwat. Olehnya Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam mengkhususkan penyebutannya. Beliau bersabda, “atau wanita yang ingin dinikahinya” padahal makna ini sudah masuk dalam sabdanya, “dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin diraihnya”. Maka ini mengisyaratkan secara khusus agar kita berhati-hati, waspada dari syahwat.
  13. Was-was, bisikan-bisikan serta hal-hal yang terlintas pada niat tidak mempengaruhinya selama tidak merubah asal niat tersebut. Jadi niat rusak yang dimaksud adalah asalnya memang bukan untuk Allah, atau seserang itu merubah niatnya dari yang awalnya baik dan memalingkannya dari asalnya.Olehnya, Beliau menjelaskan tentang niat yang rusak, “dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin diraihnya”, ini memang awal niatnya menginginkan dunia. Maka barangsiapa yang mengetahui hal mendasar ini, maka akan selamat dari hal-hal yang meragukan, was-was, serta bisikan-bisikan jiwa, dengan izin Allah Subhana wa Ta’ala. 
  14. Hadits ini menunjukkan bahwa mengikhlaskan niat semata untuk Allah, dan melakukan perbuatan mengharap wajah Allah adalah sesuatu yang mudah dengan izin Allah tentunya, karena Nabi menyampaikan ini di hadapan arab badui, orang awam, dan kepada yang jahil. Dan beliau tidak mengkhususkan penyampaian ini kepada sebagian manusia.Namun, yang sulit adalah betul-betul mensucikan niat itu dari berbagai hal yang menjangkitinya, menjaga kesempurnaannya, kekuatan dan ketulusannya. Dan ini lah yang menjadi aspek pembeda. Maka barangsiapa yang mengetahui aspek-aspek ini, maka akan mudah baginya mewujudkan keutuhan niat, dan berusaha menyempurnakannya. Dan hal inilah yang sulit sebagaimana yang dirasakan oleh sebagian manusia, dan tidak bisa menjaga niat tersebut kecuali sangat sedikit. 
Sumber:الحديث الأول: الأعمال بالنيات

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Islam, Iman, dan Ihsan

Hadits kedua   عن عمر رضي الله عنه أيضاً ، قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض ...